Mengenal 4 Kategori Bullying yang Sering Terjadi
Mengenal 4
Kategori Bullying yang Sering Terjadi - Bullying, merupakan perbuatan yang sering
dianggap bercandaan bagi para remaja. Nggak di jaman dulu, nggak di jaman
sekarang. Bullying bisa mengenai siapa
saja, yang mana memberikan kerugian pada korban. Bisa jadi ia akan menjadi kurang percaya diri, merasa
menyesal, merasa ketakutan dan lain sebagainya. Bahkan tidak mau berteman
dengan siapapun, jika tingkat bullyingnya sudah parah.
Tahukah kamu, ternyata bullying memiliki beberapa
kategori lho. Terus kategori seperti apa sih yang disebut bullying dan
perbedaanya?
1. Verbal Bullying
(Menggunakan kata-kata)
Karena nama saya yang unik, dahulu saya sering lho
kena panggilan bukan nama asli hehehe ...
hampir seluruh kelas melakukan panggilan nama saya bukan nama asli saya.
Contohnya Nyi Penengah Dewanti, menjadi Nyai peminggir, Nyai Basinganh, Nyai
Pelet dan lain sebagainya. Mereka merasa nama tersebut adalah nama aneh, yang
dipanggilkan ke anak kecil.
Awalnya saya merasa biasa saja, tapi lama-lama sebel
juga. Aku punya nama yang bagus, nama pemberian orangtua terus kenapa sih
sering dijuluki nama yang aneh-aneh. Hal itu pernah membuat saya sebal, sampai
memukul anak laki-laki yang sering menggodai saya.
2. Bullying Secara Fisik
Bullying kategori fisik ini biasanya dilakukan
dengan kontak secara langsung. Misalnya dua orang anak perempuan yang
merebutkan satu pria, mereka saling jambak rambut. Ini bisa dikategorikan
bullying fisik.
3. Bullying Secara Relasional (hubungan pertemanan)
Kalau di film-film atau drama gitu saya sering
menemukan aksi bullying secara relasional ini. Jadi sekelompok anak remaja,
melakukan bullying kepada juniornya. Bisa dengan pengucilan, tawa mengejek,
merendahkan dan lain sebagainya. Hal ini bisa membuat korbannya mengalami depresi,
untunglah tingkat kesebalan saya masih bisa dalam taraf wajar. Anggap saja
banyak teman sekolah saya yang minta diperhatikan, hahaha ... daripada capek
hati ya kan?
4. Bullying secara Elektronik
Teknologi yang semakin canggih ini, seakan
memuluskan orang yang demen bullying melalui media elektronik. Seringnya saya
menemukan bullying di media sosial, dari mengirim gambar yang tidak baik,
chatting dengan kata-kata kasar dan lain sebagainya. Apalagi nih, netizen di
dunia maya kadang sering banget menghujat, padahal tidak tahu keadaan
sebenarnya.
Peran Orangtua dalam Mencegah Bullying
Verbal bullying yang kerap dilakukan secara
terang-terangan, bisa membuat korbannya mengalami rasa minder. Bhkan anak-anak
yang bersekolah, jadi enggan untuk berangkat karena tidak memiliki teman. Apa
yang harus dilakukan oleh orangtua dalam menghadapi hal ini? Ini dia tips dari
Karina Istidarisny S,Psi., M.Psi. :
- Lakukan sesering mungkin diskusi dengan anak. Mendengarkan apa yang terjadi di sekolah, mendengarkan pendapatnya dan berbagai hal yang dialaminya. Hal ini membuat mereka berani speak up, nggak cuma memendam
- Lakukan untuk memuji dengan apa yang dia lakukan. Hal ini perlu lho, agar anak merasa percaa diri dengan hal-hal yang dia miliki
- Hindari membandingkan anak anda dengan orang lain. Siapa sih yang mau dibandingkan? Kita pun nggak mau ya kan? Maka hindari membandingkan, dukung apa yang menjadi kelebihan mereka.
- Ajarkan anak menghadapi kelemahan yang dimiliki, lantas mengubahnya menjadi hal yang bernilai. Kelemahan bisa menyebabkan seseorang tidak berkembang, maka ajarkan anak untuk mengubah diri dan kelemahannya menjadi suatu nilai lebih.
Bagaimana? sampai di
sini sudah mendapatkan pengetahuan mengenai bullying kan? Semoga dengan apa
yang kita lakukan, membuat anak semakin bersemangat dalam menjalani
hari-harinya. Semoga bullying ini musnah dari muka bumi, salam!
Iya sejak awal saya juga merasa nama Mbak Nyi itu unik dan langsung bertanya-tanya, mbak ini berasal darimana ya? Namun karena ada kata Dewanti jadi bisa ketebak kalau dari Bali, hehe.
BalasHapusSemoga semua orang udah mulai menyadari bahwa bullying itu dampaknya sangat bahaya ya Mbak. Bahkan korban verbal bullying ada yang sampai stress dan trauma berkepanjangan, hingga harus mendapatkan pertolongan dari dokter atau psikolog.